Sebenarnya yang bisa menjadi guru “Terhebat” bagi anak kita adalah kita sendiri!

Pada “belajar mind mapping #1″, saya sudah menjelaskan mengapa saya harus belajar mempraktikkan mind mapping untuk anak saya. Di bagian ke-2 ini, saya masih ingin menguatkan kembali alasan mengapa kita harus belajar mempraktikkan mind mapping. Jujur saja, saat masih sekolah di tingkat dasar (SD), saya tergolong siswa yang nilainya selalu jeblog. Nilai saya jeblog saat itu mungkin bukan salah guru saya, karena faktanya teman-teman lain memahami metode sang guru. Entah karena beragam persoalan psikologis masa kanak-kanak saya, atau kah pendekatan guru kepada setiap siswa memang tidak bisa disamaratakan.

Sampai di tingkat sekolah menengah (SMP), saya baru menyadari bahwa selama ini saya tidak memiliki spirit belajar. Saya baru menyadari bahwa orang sekolah itu harus belajar. Sejak itulah saya selalu menjadi siswa yang masuk 3-5 terbaik di kelas. Apa yang terjadi saat di tingkat dasar, tak membuat saya menyalahkan semua hal yang melingkupi kehidupan saya. Termasuk kelemahan saya dalam menghapal. Saat ini cukup saya jadikan pembelajaran.

Maka, Jangan Lakukan Ini!

Saya juga tidak akan pernah menyalahkan diri saya, karena apa yang terjadi saat ini, saya masih menjadi sosok yang haus belajar banyak hal. Termasuk belajar bagaimana agar anak saya menikmati apa yang dia pelajari. Termasuk belajar menghapal, karena bagi anak-anak tertentu, biasanya pelajar hafalan itu sulit dan bikin pusing.

Menurut buku “Gembira Belajar dengan Mind Mapping” yang ditulis Femi Olivia (2009:3-4), berikut adalah beberapa hal yang sering dilakukan orang tua yang kurang efektif dalam merangsang anak supaya “cinta belajar”.

  • Memaksa anak belajar terus menerus. Apalagi bila diingatkan setiap waktu, anak akan jadi bosan dan merasa digurui. Anak yang dipaksa belajar sampai larut malam juga tidak baik. Karena anak akan kecapekan karena kurang tidur, dan besok paginya saat bangun tidur anak akan merasa tidak nyaman dan rentan terkena penyakit. Masalah akan semakin rumit bila anak sering diancam tak naik kelas kalau mendapat nilai jelek. Lama kelamaan anak malah menjadi takut jujur, takut salah dan kebiasaan menyonteknya pun jadi tumbuh subur.
  • Memarahi anak jika tidak belajar. Memarahi anak tak ada gunanya,karena luka yang menetap dalam batin anak-anak yang dimaki, dihardik, dan dicemooh akibat nilainya jelek akan sulit disembuhkan sampai dewasa. Lagipula potensi intelektual sebenarnya hanya berperan 20 persen dalam perkembangan manusia, jangan sampai anak kita kehilangan masa kecil gara-gara dipaksa belajar. Tapi membiarkan anak juga bisa menimbulkan masalah, karena anak jadi tidak punya bekal cara belajar yang efektif.
  • Terlalu mengandalkan bimbel. Bagi kita yang mengikutsertakan anak bimbingan belajar atau privat, hasilnya juga tidak bissa sekejap membuat anak kita jadi juara. Seorang juara harus dilatih otak dan fisiknya dari kecil. Kalau tidak “dipakai” otaknya akan menjadi “kaku”. Bimbel memang menawarkan kepada orang tua untuk membuat anak belajar lebih mandiri, namun kebanyakan hanya anak yang berbakat dan erdas yang benar-benar berhasil. Selain itu sayangnya dengan ikut bimbel dan privat, lama kelamaan akan membuat anak ketergantungan pada gurunya yang “jagoan”, anak juga jadi ketergantungan pada soal latihan serta selalu dibantu mengerjakan PR dan soal latihan. Anak juga “disuapi” dengan rumus-rumus atau cara cepat menyelesaikan soal. Apalagi bila ikut bimbel kadang suasananya monoton bagi anak karena mirip dengan belajar di sekolah. Hal seperti ini akan membuat anak seperti robot yang harus diberi “makan rumus cepat. Sekali disuapi pasti anak mau lagi. Dengan kata lain, kalau tidak ikut bimbel atau privat anak tidak bisa “jalan sendiri” atau ketergantunagn. Karena bimbingan belajar biasanya memberikan program untuk meningkatkan nilai pelajaran di sekolah. Tetapi tidak mengembangkan kemampuan berpikir serta kreativitas anak. Padahal anak juga membutuhkan keahlian ini yang penting bagi masa depannya, terutama saat bekerja atau melanjutkan studi. Jadi walaupun katanya membuat anak percaya diri, tapi tidak menyelesaikan masalah yang sebenarnya yaitu menambah kapasitas otak anak. Karena saat anak sudah masuk kuliah atau bekerja, otaknya dituntut untuk bekerja secara mandiri dan kreatif.
  • Memasukkan anak ke sekolah unggul. Kita juga jangan terlalu mengandalkan para guru atau sekolah unggulah saja. Belum tentu anak kita nyaman bersekolah di sana. Memang untuk jadi selebriti sudah banyak reality show di televisi. Dalam sekejap orang biasa bisa jadi bintang. Tapi untuk jadi pintar tidak ada yang bisa pintar dalam waktu singkat. Harus ada usaha untuk melatih dan menggunakan orak secara efektif. Lagipula para pemenangan itu ternyata sejak kecil sudah dipupuk bakar serta potensinya oleh orang tuanya, dan tinggal menunggu momentum yang membuatnya sukses.

Oleh karena itu, saya setuju bahwa sebenarnya yang bisa menjadi guru yang Terhebat: bagi anak kita adalah kita sendiri!

  • Hanya kita yang bisa memberitahukan kepada anak kita, bagaimana cara kita dulu belajar membaca dan menghadapi ujian.
  • Hanya kita yang bisa menceritakan kebodohan yang pernah kita alami, dan prestasi apa saja yang pernah kita raih.
  • Hanya kita yang bisa menginspirasi anak bagaimana belajar pelajaran hafalan atau pun pelajaran-pelajaran lain saat kita seumuran anak kita.
  • Hanya kita yang bisa menghargai keunikan otak anak kita serta mengaktifkannya lewat cara-cara yang menyenangkan bagi anak.

Percayalah! Kita bisa melakukannya dengan cinta dan kasih sayang tiada tara yang akan selalu dikenang oleh anak di sepanjang hayatnya. Ahhh…tapi bagaimana dengan ibu-ibu seperti saya yang tidak bisa sepenuhnya mendampingi anak di hari kerja? Yah, inilah tantangan bagi saya sendiri bagaimana memaksimalkan waktu tetap berkualitas bersama si kecil.

Seperti yang selalu saya sampaikan dalam setiap curhatan saya di blog ini, setiap orang tua memiliki kondisi yang tak sama. Ketidaksamaan tersebut selalu memiliki alasan yang sangat personal. Namun tidak ada salahnya kita sama-sama berupaya mengikis tantangan tahap demi tahap.

Demikian bunda, semoga bermanfaat.

Salam hangat dari saya,

Alimah Fauzan