Kisah Falmata & Anak Perempuan Korban Boko Haram
Bunda, pernah mendengar tentang kisah Falmata? Jika belum pernah mendengar tentang namanya. Mungkin bunda pernah mendengar tentang anak-anak perempuan yang diculik oleh Boko Haram?
Sebelum kisah Falmata tertulis oleh media di dunia, pastinya kita juga pernah mendengar tentang kisah anak perempuan yang diculik oleh Boko Haram. Kelompok Islamis militan Nigeria Boko Haram melakukan pemberontakan sangat brutal di Afrika, seperti dilaporkan Wartawan BBC, Farouk Chothia. Mereka menguasai banyak wilayah, mengancam keabsahan wilayah Nigeria dan memulai perang dengan menargetkan negara tetangga Kamerun.
Nah, masih terkait isu penculikan Boko Haram, ada kisah kisah tak terduga dari anak-anak perempuan korban penculikan yang sudah pulang ke orang tuanya. Saya lupa kapan tepatnya membaca laporan tentang kisah anak-anak perempuan itu. Namun medianya masih sama yaitu BBC Indonesia. Hal yang tak terduga adalah keinginan anak-anak perempuan itu untuk kembali hidup bersama para lelaki yang menculik mereka.
Saat diculik oleh Boko Haram, mereka dijadikan sebagai isteri para lelaki Boko Haram. Konon mereka mengaku diperlakukan dengan baik dan mereka di antaranya ada yang sampai jatuh cinta. Seakan, mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan sebagai anak perempuan. Bahkan, di antara mereka juga ada yang ingin kembali lagi menjadi tawanan Boko Haram.
Keinginan seperti yang dirasakan oleh anak perempuan itu, bagi saya sangat sulit untuk memahaminya. Memahami kenapa mereka ingin kembali lagi. Walaubagaimanapun mereka adalah korban, itu yang masih teguh dalam sudut pandang saya. Termasuk saya sebagai ibu dan sebagai manusia, apapun alasannya, tidak bisa menerima tindak pidana penculikan, memisahkan anak-anak dari orang tuanya. Apalagi, mereka adalah anak-anak perempuan. Sungguh tak mampu saya membayangkannya.
Kisah mereka yang ingin kembali menjadi tawanan mengingatkan saya pada salah seorang anak perempuan korban perdagangan manusia (human trafficking; trafiking). Namun, anak perempuan korban trafiking yang pernah saya dampingi kasusnya. Jadi konteksnya di Indonesia. Keliru juga sih menyamakan kasus korban trafiking ini dengan korban Boko Haram. Namun, ada satu hal yang mirip dari mereka. Yaitu, keinginan mereka untuk kembali ke tempat prostitusi, tempat dimana mereka dijual, dieksploitasi, dan diperlakukan tidak adil.
Iya, salah satu anak perempuan korban trafiking sudah dipulangkan dan bertemu dengan ibunya. Namun setelah dia merasakan beberapa hari di rumahnya, dia ingin kembali lagi ke tempat yang memperlakukannya seperti binatang ternak. Namun, saya masih memahami kenapa dia kemudian menginginkan untuk kembali ke sana. Kalau saya jelaskan di sini mungkin akan panjang, jadi satu saat saya akan menulis tentang kisahnya.
Misi Kematian
Nah, kembali ke Falmata, saya sendiri baru membaca kisahnya lengkap dari BBC Indonesia baru-baru ini. Kisah Falmata memang sama-sama diculik oleh Boko Haram. Namun yang berbeda adalah tentang misi kematiannya. Juga pilihan dia untuk menjadi pengantin karena masih sangat muda. Media itu menulis bahwa Falmata adalah satu dari ratusan perempuan muda, sebagian besar remaja, yang diculik kelompok milisi di Nigeria dan dipaksa menjalankan misi kematian. Yang menakjubkan, dia selamat.
Falmata baru berusia 13 tahun ketika diculik dua pria yang mengendarai sepeda motor saat dia sedang berjalan kaki menuju rumah seorang kerabat dekat perbatasan Kamerun. Ia dirias bagai pengantin, menjadi sosok tercantik dalam hidupnya. Tapi kemudian tubuhnya dililit bahan peledak. Yang harus ia nyalakan di kerumunan. Untuk membunuh sebanyak mungkin orang -yang adalah rakyat jelata, orang miskin seperti dirinya. Mereka kemudian melesat meninggalkan jalan utama dan menuju belantara hutan hingga sampai di sebuah kamp besar.
Tentu saja, Falmata tidak tahu dimana posisinya. Yang dia tahu, ada banyak tenda dan gubuk beratap jerami. Gadis-gadis ditempatkan di dalam tenda-tenda. Di tenda ada sembilan orang dan kami harus tidur di matras yang besar. Kamp itu ternyata milik Boko Haram, kelompok milisi yang melancarkan pemberontakan dengan tujuan mendirikan negara Islam di Nigeria utara.
Apakah Falmata tidak ingin kabur? Tentu saja dia memiliki keinginan untuk kabur, tapi mari kita bayangkan tempatnya yang tidak memberinya kesempatan untuk kabur. Apalagi ada sejumlah pria ditempatkan berjaga-jaga di sekitar kamp guna menangkap siapapun yang mencoba kabur.
Tidak perlu waktu lama sampai dia terpaksa harus memilih: menikahi anggota milisi atau melancarkan “misi”. Falmata ternyata menolak menikah, alasananya karena ia terlalu muda. Hingga dia memilih konsekuensi untuk melakukan misi kematian.
Bunda, siapapun berpendapat bahwa apa yang terjadi pada anak-anak di daerah konflik sebuah kekejaman yang berlapis-lapis. Di Negeria, Suriah, Libya dan lain dimanapun. Saya tak mampu membayangkan, bagaimana masyarakat sipil menjadi korban, apalagi anak-anak, dan terutama anak perempuan dalam konteks Nigeria dan beberapa konflik yang menjadikan perempuan sebagai pemuas nafsu. Dengan segala keterbatasan saya, hanya bisa terus berdo’a agar semua negara di dunia menjadi lebih damai. Saya juga terus bersyukur saat ini ada di tempat yang masih aman. Sambil terus waspada dan bersikap untuk negara ini agar tetap damai. Semoga cerita ini bermanfaat.
Salam hangat dari saya,
Alimah Fauzan
Leave a Reply