Bersepeda Keliling Candi Muaro Jambi
Saat pergi ke suatu tempat baru, bahkan meski untuk urusan pekerjaan sekali pun, rasanya sayang jika tidak berkunjung ke tempat bersejarah. Tapi memang tidak semudah itu mendapat kesempatan ke tempat-tempat penting di suatu daerah. Termasuk ketika saya dan dua orang teman datang ke Propinsi Jambi untuk kali pertama. Tidak pernah kepikiran untuk pergi ke Candi Muaro Jambi, sampai seorang teman yang aseli Jambi menginformasikan bahwa lokasinya tidak terlalu jauh.
Akhirnya tanpa terencana, kami pun pergi ke Candi Muaro Jambi dari hotel tempat kami menginap. Saya agak lupa tepatnya jam berapa, namun kami akhirnya sampai di Candi Muaro Jambi sekitar jam 10.00 pagi. Masih sangat sepi, bahkan saat itu hanya kami yang berkunjung. Saat itu cuacanya agak mendung dan sedikit gerimis, jadi cuaca Jambi yang cukup panas agak sedikit adem. Dari lokasi parkir, masing-masing dari kami sewa sepeda, per orang sekitar anatra 10.000-20.000 rupiah. Saya sendiri memilih sepeda yang ada keranjangnya agar bisa menyimpan tas yang cukup berat. Kami memang akan segera mengejar pesawat siang. Jadi kami sudah siap dengan tas-tas dan koper di mobil.
Saat Tepat ke Candi Muara Jambi
Ini pengalaman pertama saya dan mungkin dua teman saya juga. Saat itu tahun 2016, kami satu tim dari Yogyakarta. Sekitar 4 hari mengadakan acara di beberapa desa di Kabupaten Tebo. Ketika di desa, jadwal kami sangat padat. Jadi ketika berencana secara mendadak untuk berwisata ke Candi Muaro Jambi, kami sangat senang. Iya, tidak menyangka kami bisa ke sana. Apalagi saya, Candi yang selama ini hanya saya lihat di gambar buku-buku pelajaran atau ensiklopedia, sekarang ada di depan mata. Kami pun berkeliling, dengan sedikit terburu karena pukul 13.00 kami harus mengejar pesawat siang di Bandara Sultan Thaha Jambi.
Ternyata, pagi hari memang saat yang tepat untuk pergi ke Candi Muaro Jambi. Meskipun agak sedikit kesiangan, namun kami merasa nyaman karena hanya ada kami saja pengunjung saat itu. Kami juga bebas naik sepeda lebih cepat lagi. Di sekitar Candi saat itu juga cukup rindang karena masih banyak pepohonan dengan jarak yang cukup berdekatan. Karena lama tidak hujan, maka rumput juga tidak terlalu hijau dan segar. Tapi masih indah buat foto-foto.
Peninggalan Kerajaan Sriwijaya dan Melayu
Kalau kita baca di salah satu prasasti dan papan informasi di sekitar Candi Muaro Jambi, kita akan mengetahui bahwa Situs Purbakala Kompleks Percandian Muaro Jambi adalah sebuah kompleks percandian agama Hindu-Buddha terluas di asia tenggara, dengan luas 3981 hektar. Konon, Candi ini juga merupakan peninggalan Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Melayu.
Kompleks percandian ini terletak di Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, Indonesia, tepatnya di tepi Batang Hari, sekitar 26 kilometer arah timur Kota Jambi. Koordinat Selatan 01* 28’32” Timur 103* 40’04”. Candi tersebut diperkirakakn berasal dari abad ke-11 M. Candi Muara Jambi merupakan kompleks candi yang terbesar dan yang paling terawat di pulau Sumatera. Dan sejak tahun 2009 Kompleks Candi Muaro Jambi telah dicalonkan ke UNESCO untuk menjadi Situs Warisan Dunia.
Nah, bagaimana awal mula Candi Muara Jambi ditemukan? Kalau informasi lengkap ini memang harus membaca dari sumber lain ya, siapa dia? Tentu saja dari Wikipedia. Melalui wikipedia, kita bisa melihat dari mana informasi tentang Candi ini digali, beberapa di antaranya dari Kompas dan salah satu artikel dari UNESCO yang berjudul “Muaro Jambi Temple Compound”. Menurut Wikipedia, kompleks percandian Muaro Jambi pertama kali dilaporkan pada tahun 1824 oleh seorang letnan Inggris bernama S.C. Crooke yang melakukan pemetaan daerah aliran sungai untuk kepentingan militer. Baru tahun 1975, pemerintah Indonesia mulai melakukan pemugaran yang serius yang dipimpin R. Soekmono.
Berdasarkan aksara Jawa Kuno pada beberapa lempeng yang ditemukan, pakar epigrafi Boechari menyimpulkan peninggalan itu berkisar dari abad ke-9-12 Masehi. Di situs ini baru sembilan bangunan yang telah dipugar, dan ke semuanya adalah bercorak Buddhisme. Ke sembilan candi tersebut adalah Candi Kotomahligai, Kedaton, Gedong Satu, Gedong Dua, Gumpung, Tinggi, Telago Rajo, Kembar Batu, dan Candi Astano.
Dari sekian banyaknya penemuan yang ada, Junus Satrio Atmodjo menyimpulkan daerah itu dulu banyak dihuni dan menjadi tempat bertemu berbagai budaya. Ada manik-manik yang berasal dari Persia, China, dan India. Agama Buddha Mahayana Tantrayana diduga menjadi agama mayoritas dengan diketemukannya lempeng-lempeng bertuliskan “wajra” pada beberapa candi yang membentuk mandala.
Struktur Kompleks Percandian
Kompleks percandian Muaro Jambi terletak pada tanggul alam kuno Sungai Batanghari. Situs ini mempunyai luas 12 km persegi, panjang lebih dari 7 kilometer serta luas sebesar 260 hektar yang membentang searah dengan jalur sungai. Situs ini berisi 61 candi yang sebagian besar masih berupa gundukan tanah (menapo) yang belum dikupas (diokupasi). Dalam kompleks percandian ini terdapat pula beberapa bangunan berpengaruh agama Hindu.
Di dalam kompleks tersebut tidak hanya terdapat candi tetapi juga ditemukan parit atau kanal kuno buatan manusia, kolam tempat penampungan air serta gundukan tanah yang di dalamnya terdapat struktur bata kuno. Dalam kompleks tersebut minimal terdapat 85 buah menapo yang saat ini masih dimiliki oleh penduduk setempat. Selain tinggalan yang berupa bangunan, dalam kompleks tersebut juga ditemukan arca prajnaparamita, dwarapala, gajahsimha, umpak batu, lumpang/lesung batu.
Gong perunggu dengan tulisan Cina, mantra Buddhis yang ditulis pada kertas emas, keramik asing, tembikar, belanga besar dari perunggu, mata uang Cina, manik-manik, bata-bata bertulis, bergambar dan bertanda, fragmen pecahan arca batu, batu mulia serta fragmen besi dan perunggu. Selain candi pada kompleks tersebut juga ditemukan gundukan tanah (gunung kecil) yang juga buatan manusia. Oleh masyarakat setempat gunung kecil tersebut disebut sebagai Bukit Sengalo atau Candi Bukit Perak.