Cinta Menulis Sejak Usia Dini, Mungkin kah?

Sangat mungkin bagi seorang anak di usia dini mulai diperkenalkan dengan menulis. Ingat, bukan harus bisa menulis, namun memperkenalkannya atau setidaknya menciptakan lingkungan yang mampu membuatnya cinta menulis. Saya jadi ingat Nadia Shafiana Rahma, si Penulis Cilik yang pernah menjadi pembicara termuda di Jerman. Kisahnya sungguh inspiratif, karena bukan hanya dia sendiri yang inspiratif namun juga saudara perempuannya, Najma. 

Kiprah Nadia di dunia kepenulisan sudah diakui dan disejajarkan dengan nama-nama seperti NH Dini, Ahmad Tohari, dan Ayu Utami. Usia Nadia Safira saat itu baru 11 tahun. Tahun 2015 saat menjadi delegasi Indonesia dalam gelaran Frankfurt Book Festival di Jerman, selama 14-18 Oktober 2015.

Kakaknya, Najma Alya Jasmine saat itu berusia 12 tahun telah menulis 23 buku baik kumpulan cerita pendeknya (Cerpen) maupun novel. Dalam sejumlah pemberitaan media, kedua penulis cilik bersaudara yang sangat inspiratif ini berkali-kali mengungkapkan di media, bahwa ayahnya memiliki peran dalam menerbitkan tulisan-tulisannya. Iya, ayahnya sangat rajin mengirimkan tulisan-tulisan mereka ke media massa.

Nadia saat di Jerman. Foto dari Komite Nasional, Indonesia sebagai Tamu Kehormatan pada Frankfurt Book Fair 2015″. Dipublikasikan oleh Detik.com

Apa yang dikatakan kedua bersaudara itu memang benar. Ayah dan bundanya memang sebenarnya sama-sama memiliki peran penting dalam mengembangkan bakat si anak. Namun, selama ini saya hanya mengenal sosok ayahnya. Saya sendiri pernah bekerja beberapa tahun bersama ayah Nadia dan Najma. Sebelum tahun 2015, saya juga pernah bertemu mereka secara langsung karena sekitar tahun 2009 atau 2010. Saya juga belajar banyak dari sosok ayahnya yang bernama Nurul Huda. Saya terbiasa memanggilnya mas Huda. Mas Huda memang seorang penulis produktif di sejumlah harian umum dan juga penulis kolom tetap di salah satu media cetak. Selain menulis di media, beliau juga menulis buku, melakukan penelitian dan mengajar.

Sebelum mengenal Najma, saya memang lebih dulu mengenal ayahnya yang pernah menjadi Manajer dan Direktur di lembaga Fahmina Institute. Cerita tentang Nadia dan Najma juga sudah saya dengar sejak kali pertama bertemu dengan sosok mas Huda. Jika saya tidak keliru, mungkin sekitar tahun 2009, dalam sebuah pelatihan menulis, dalam setiap pemaparannya dia selalu menyisipkan contoh pengalamannya sendiri dan anak-anaknya.

Usia Nadia dan Najma hanya terpaut 1 tahun, keduanya memiliki karakter yang berbeda namun sama-sama memiliki hobi menulis dan telah menulis sejak usia dini. Mas Huda, ayah mereka, pernah bercerita tentang kedua karakter dua puterinya ini. Tentang Najma yang ceria dan aktif, sementara Nadia sejak kecil pendiam namun dia sangat kuat memerhatikan sesuatu. Saya juga mengetahui cerita tentang proses kelahiran kedua saudara perempuan ini. Namun bukan itu yang ingin saya ceritakan dalam tulisan saya kali ini. Yah, saya ingin bercerita bagaimana peran kedua orang tua dalam menumbuhkembangkan semangat menulis sang anak.

Ajak Anak Bercerita Apa yang Dilihat dan Dipikirkan

Fakta bahwa mereka memiliki darah seorang penulis itu memang benar. Itu adalah anugerah Tuhan. Namun, apakah cukup hanya dengan memiliki bakat menulis. Tentu saja tidak cukup. Bakat juga harus dimunculkan dan diasah secara konsisten. Jika dia seorang anak, lalu siapa yang berperan memunculkan dan mengasah kemampuan menulisnya? Siapa lagi kalau bukan orang-orang terdekat di lingkungannya, dalam hal ini adalah orang tuanya. Setelah orang tua, dalam beberapa kasus mungkin bisa saudaranya atau sekolahnya dan lain-lain.

Termasuk ketika saya mengukur diri saya sendiri. Meskipun saya hanya memiliki pengalaman menulis di media massa sebagai jurnalis, media alternatif, media online dan sekadar menulis hasil penelitian dan hasil pemberdayaan, namun saya cinta menulis. Saya menulis apapun yang saya inginkan dan kadang menulis sesuatu yang memang harus saya tulis untuk beberapa kepentingan. Intinya saya cinta menulis dan inspirasi yang mendorong saya menulis begitu banyak. Namun bagaimana menangkap inspirasi itu agar dipahami maknanya dan lain sebagainya? Tentu saja, semua itu butuh terus dilatih dengan praktik menulis langsung.

Lalu bagaimana memunculkan semangat untuk menulis? Apalagi untuk anak di usia dini? Dalam usia berapakah anak-anak bisa kita kenalkan dengan menulis? Apakah tidak terlalu dini kita memperkenalkan anak-anak menulis? Saya rasa pertanyaan ini mungkin banyak muncul di pikiran orang tua. Sejumlah artikel juga sudah banyak membahas ini. Namun tulisan saya hanya berdasarkan pengalaman beberapa orang yang sudah membuktikannya.

Mas Huda, ayah dari dua saudara perempuan penulis cilik produktif, juga telah membuktikannya. Perlu diketahui bahwa mas Huda tidak sepenuhnya mendampingi kedua puterinya itu di rumahnya. Karena posisinya sekitar tahun 2009 dia di Cirebon, sementara keluarganya (anak dan isterinya) di Yogyakarta. Namun, sebelum dia memutuskan untuk bekerja di lembaga di Cirebon, mas Huda memang telah menanamkan dan menumbuhkan semangat menulis pada anak-anaknya. Isterinya, ibu Najma dan Nadia, juga memiliki peran yang sangat penting. Jelas, karena beliau yang selama 24 jam mendampingi anak-anaknya. Namun saya memang dua kali bertemu dengan isterinya dan itu pun hanya pertemuan singkat. Jadi saya tidak bisa bercerita lebih banyak tentang isterinya. Tapi tanpa saya menceritakannya, kita semua sudah bisa memahami bagaimana peran pentingnya.

Nah tentang bagaimana menumbuhkan semangat menulis pada si kecil, ada pesan penting yang selalu saya ingat dari mas Huda. Salah satunya adalah tentang bagaimana strategi beliau menggali cerita dari kedua puterinya. Misalnya saat mereka usai berkunjung ke suatu tempat, anak-anak diajak menceritakan apa yang mereka lihat, apa yang mereka temukan, dan apa yang mereka pikirkan dari semua kejadian dari tempat-tempat yang mereka kunjungi. Misalnya mereka berkunjung ke kebun binatang, bukan hanya nama binatang yang ada di sana, namun kondisi binatang itu. Begitupun suasana kebun binatang, serta perasaan mereka dan pengalaman unik mereka yang sangat berkesan dan lain sebagainya. Jika tempat yang dikunjungi itu adalah tempat bersejarah, maka orang tua bisa memberikan informasi tentang sejarah tempat tersebut yang mudah dipahami.

Selain membiasakan anak-anaknya menceritakan pengalaman mereka, di rumah juga anak-anak sudah mulai diperkenalkan dengan beragam buku. Selebihnya, mas Huda juga turut aktif mengirimkan tulisan hasil karya anak-anaknya ke media cetak. Di sisi lain, karena mereka bersaudara dan memiliki kecintaan pada menulis, menulis menjadi sesuatu yang terus menyenangkan.

Selanjutnya…cara kedua agar si kecil cinta menulis di usia dini dapat dibaca di bagian kedua dan klik artikel berikut:

“Butuh Semangat dan Ketrampilan Orang Tua”.

sumber gambar: pinterest

Leave a Reply