.
.
Imajinasi liar anak akan tergali dengan latihan berpikir lurus. Anak yang bisa membaca pun bisa diajarkan berpikir lurus.
“Bunda, ayo kita ke stadion biar semangat bunda,” demikian salah satu kalimat favorit si kecil saat mengajak kami ke stadion. Bagi Bentara Falasifa (Tara), anak kami yang bulan ini genap 5 tahun, ketika kami mengajaknya ke stadion maka yang dia ingat adalah rasa semangat.
Di akhir pekan, jika cuaca bagus kami pasti akan ke stadion. Kami biasanya lari pagi atau senam pagi. Kali pertama dia bertanya tentang stadion, kata kunci dari jawaban yang masuk dalam pikirannya adalah “olah raga”, “sehat” dan “semangat”. Namun kini yang paling sering disebutnya adalah “semangat”. Demikianlah salah satu cara kami mengajaknya berpikir tentang sesuatu yang memiliki keterhubungan. Termasuk tentang mengapa dia harus olah raga dan mengapa ke stadion. Hal ini dilakukan secara pelahan dan sesuai kebutuhan pertanyaannya pada objek lainnya.
Saat usianya tiga tahun, saya juga sering sekali mengajaknya membuat cerita dari kata kunci tertentu. Misalnya kata kunci “stadion”, “bola”, “teman”, dan beberapa kata kunci lainnya. Dalam pemaparannya, dia akan menceritakan sesuatu yang ia dengar, ingat, pahami, alami dan sesuatu yang pernah dia tonton dari film kartun. Hal ini kemudian yang membuatnya terbiasa menjelaskan sesuatu dengan runut dan detail, kenapa begini, kenapa begitu dan seterusnya. Saya sendiri sudah mempersiapkan diri untuk sabar mendengarkan pemaparannya, agar dia tak lagi terburu-buru menyelesaikan kalimatnya.
Jika Anak Kita Kurang Fokus?
Dalam buku pembelajaran tentang mind mapping atau peta pikiran, apa yang saya lakukan pada si kecil adalah sebagai upaya melatihnya berpikir lurus. Nah, setelah saya membahas pengantar pada mind mapping #1, #2 , dan #3, kini saatnya kita fokus pada tahapan berikutnya.

Anak-anak sering tidak fokus, dan pikirannya melayang entah kemana. Mereka suka ‘melompat-lompat’ saat membaca atau belajar. Kenyataannya memang begitu, seperti yang saya saksikan sendiri dalam beberapa aktivitas si kecil. Misalnya dalam sebuah dialog dimana saya menanyakan sesuatu, awalnya dia fokus. Namun lama-lama ketika dia sudah mulai merasa bosan atau bisa jadi tak memiliki bahan untuk menjawab, maka dia biasanya mengalihkan pembicaraan. Begitupun saat sedang belajar membaca Iqro maupun huruf-huruf, di pertengahan bisa jadi dia menghubungkan huruf-huruf atau bacaan itu dengan temannya, atau dengan apapun dia ingat dan menurutnya ada hubungannya dengan kata itu.
Menurut Femi Olivia, berpikir lurus akan membantu merangsang kemampuan anak untuk berpikir sesuai urutan dan sistematis. Salah satunya dengan mengasah kemampuan berikir linier atau lurus. Jadi bila anak diminta mengingat sesuatu dari tomat misalnya, ia harus dengan cepat menjawab. “Tomat->saus->merah->dan seterusnya”. Bisa jadi jawabannya berbeda-beda sesuaai dengan apa yang muncul di memorinya.
Jika anak kita cenderung otak kiri, kemungkinan besar saat diberikan latihan berpikir lurus kebanyakan diisi oleh kata-kata atau angka. Jika anak kita cenderung otak kanan, kemungkinan panah-panah akan diisi dengan gambar-gamar yang mengingatkannya akan suatu hal tersebut.
Jadi, jika anak kita kebanyakan menuliskan kata, maka rangsanglah ia untuk membuat gambarnya. Tidak perlu bagus, tapi yang penting ia mengerti apa arti gambarnya.
Merangsang Imajinasi Si Kecil
Berpikir lurus memang membutuhkan latihan bagi anak-anak tertentu yang sering tidak fokus. Namun sekali lagi, ini bisa dilatih secara pelahan. Yang penting anak paham konsep berpikir lurus. Bahwa jika dia diingatkan suatu hal, ia harus menyebutkan sesuatu yang mengingatkannya akan hal tersebut. Bila anak masih belum terampil, berikan dulu contohnya yang banyak. Lama kelamaan ia bisa menyebutkan sendiri sesuai pemahamanya. Jika jawabannya anak sedikit melenceng dari yang kita harapkan, tanyakan alasannya. Jika masuk akal, maka bisa diterima. Jika tidak, berarti kita masih harus membantu anak untuk lebih menjelaskan atau membantunya berpikir.
Dalam bukunya, Femi Olivia juga menegaskan bahwa mengajarkan berpikir lurus pada anak usia 4 tahun atau belum bisa membaca juga bisa kita lakukan. Misalnya, “Kalau bunga, adek ingat apa?” Suruhlah anak memilih dari gambar tersebut. Jika yang kita sediakan kartu kata-kata, beritahu dari gambar tersebut. Bila anak kita memilih kupu-kupu, tanyakan mengapa ia ingat bunga jadi ingat kupu-kupu.
Perhatikan juga jawaban anak kita, apakah masuk akal atau ia hanya asal pilih. Jika anak hanya asal pilih, berarti ia belum memahami maksud kita. Namun, jika anak kita memilih harimau, belum tentu jawabannya salah. Bisa saja ia baru melihat tayangan kartun di televisi yang tokohnya seekor harimau sedang membawa bunga. Jadi imajinasinya liar anak sedang tergali dengan latihan bepikir lurus.
Saat anak berpikir lurus, anak dirangsang kedua otaknya. Otak kanan anak akan langsung menggambarkan apa yang diingat olehnya. Lalu otak kiri yang menyebutkan makna kata yang ia maksud. Contohnya, diberikan latihan berpikir lurus untuk anak.
Yang juga penting, biarkan anak menjawab sesuai imajinasi dan kreativitasnya. Tidak perlu sama dengan jawaban pada umumnya seperti yang dipahami orang dewasa. Tapi bila anak “mentok” dan tidak melakukan appa-apa walau sudah diberikan cukup waktu, perlihatkan contoh gambar tertentu untuk merangsang otaknya. Pasti ia segera mendapat ide setelah melihat contoh tersebut.
Demikian bunda, lalu setelah berpikir lurus selanjutnya apa? Kita akan belajar bagaimana BERPIKIR MEMENCAR, dalam Belajar Mind Mapping #5.
Salam hangat,
Semoga bermanfaat
sumber gambar: pinterest