Belajar dari Orang Tua Wahyu Aditya: Animator Kelas Dunia & Pengusaha Muda

Belajar dari Orang Tua Wahyu Aditya: Animator Kelas Dunia & Pengusaha Muda

HelloMotion Academy adalah kursus animasi yang ia dirikan. Kini telah  melahirkan ribuan alumnus dari anak-anak sampai dewasa yang bekerja di stasiun televisi, agensi iklan, atau rumah produksi.

Ada seorang anak laki-laki yang sejak Taman Kanak-kanak (TK) sudah terasah bakat seninya, terutama kecerdasan visual spasialnya. Di usia 8 tahun, terutama kecerdasan tokoh-tokoh rekaan. Ia juga menitipkan kaset video betamax pada tetangganya yang punya parabola untuk direkamkan iklan komersial.

Saat menginjak kelas enam sekolah dasar, anak itu menggunakan bolpoin dan buku tulis untuk membuat majalah bernama “Sinoe”. Isi majalah itu menampilkan tokoh ciptaannya seperti Doracemont si Anjing Ajaib, Resep Cinderlela, dan Enam Sekawan. Enam Sekawan bercerita tentang enam “Jagoan” di kelasnya yang suka usil dan dimusuhi banyak orang. Ada juga iklan sampo, acara televisi, hingga cerita pendek.

Hobi anak itu membuat komik berlanjut hingga sekolah menengah pertama. Lalu di sekolah menengah atas ia tertarik pada animasi. Itu sebabnya selulus SMA ia melanjutkan studi impiannya di Australia. Lalu siapa anak kecil itu, dia adalah Wahyu Aditya, yang kini sudah sukses menjadi pengusaha muda dari hobi menggambarnya. Apa yang dia gambar, dia menggambar tokoh-tokoh kartun dan menciptakannya dalam bentuk animasi, yang telah mampu menghidupkan mimpinya dan juga mimpi banyak orang dengan mendirikan HelloMotion Academy.

HelloMotion Academy adalah kursus animasinya telah melahirkan ribuan alumnus dari anak-anak sampai dewasa yang bekerja di stasiun televisi, agensi iklan, atau rumah produksi. Selain itu, Wahyu Aditya juga menggelar HelloFest, festifal tahunan animasi. Berdasarkan beberapa sumber seperti wikipedia, prestasi Wahyu Aditya ini sudah begitu banyak. Cerita saya hanya singkat saja dari buku Femi Olivia.

Orang Tua Memberi Kebebasan

Wahyu Aditya (http://indonesiakreatif.bekraf.go.id/iknews/wp-content/uploads/2010/06/Wahyu-Aditya2.jpg)

Bunda, saya mungkin tergolong orang tua kurang gaul. Namun  juga bisa dimaklumi karena memang saya orang tua baru. Tapi itu hanya pembelaan saya saja. Satu hal yang penting, saya masih mau belajar tentang parenting dan memahami si kecil terus menerus. Membaca kisah Wahyu Aditya rasanya terharu dan meneteskan air mata. Hal seperti ini mungkin akan terjadi secara alami pada bunda yang lain juga. Jangankan membaca kisah Wahyu Aditya, kadang mendengar lagu tentang “guru” saja saya sudah menangis.

Kembali ke kisah Wahyu, sungguh yang membuat saya penasaran juga adalah bagaimana orang tuanya berhasil memahaminya. Hebat benar putra Indonesia yang memiliki orang tua yang mendukung bakat dan kecerdasannya. Jelas bahwa jiwa seni tumbuh natural dari diri Adit. Dalam web resminya, Wahyu juga sejak kecil dikenal sebagai anak yang kecanduan menggambar.

Saat guru menjelaskan pelajaran, ia menggambar. Pulang sekolah, ia segera lari ke kamar untuk menggambar. Dan jika ada kegiatan luar kelas yang diikutinya, itu pasti lomba menggambar. Begitu seringnya mengikuti lomba hingga Adit sudah hafal trik yang diperlukan untuk menang: ”Untuk di daerah Malang, gambar yang pasti juara ialah yang bertema Pasukan Kuning, Reog Ponorogo, dan polisi,” demikian kata Adit yang kini telah menjadi pengusaha muda sukses dari menggambar.

Bapak Wahyu Aditya sendiri adalah seorang dokter, sementara ibundanya seorang pengusaha. Selalu memberikan kebebasan serta dukungan terhadap pilihan dan cita-citanya. Selepas SMA pendidikan dilanjutkan ke KvB Institute of Technology Sydney – Australia jurusan Advanced Diploma of Interactive Multimedia.

Tetap Bermain dan Usahakan Jangan Meniru

Sayangnya, saya belum begitu banyak membaca kisah orang tuanya. Namun ada hal penting dan menarik dari ulasan Femi Olivia. Bahwa, tentang bagaimana dalam sebuah proses bermain, anak sedang mengenal dunia, mengenal orang lain, mengenal untuk bertahan, mengenal untuk membangun, mengenal dan mengisi bahkan melengkapi dunia yang belum ‘sempurna’. Menggambar pun bagian dari bermain, apalagi jika kita membaca kisah Wahyu Aditya, dunia bermainnya adalah menggambar. Bukan hanya berimajinasi, namun menciptakan tokoh-tokoh animasi yang kini telah memengaruhi banyak orang.

Beberapa buku karya Wahyu Aditya dari sekian banyaknya beragam karya animasinya.

Dengan melarang anak bermain, maka kesempatan belajar, kesempatan bereksperimen dan keinginan menunjukkan potensinya akan terhentii. Seperti halnya dalam menggambar, bila anak ‘dipaksa’ untuk mengikuti selera gurunya, tanpa diberi kesempatan untuk mengembangkan potensinya sendiri, maka bisa hilang bakat dan potensinya.

Martin Bartel, pengajar gambar pada untuk anak-anak dari Indiana, AS, bahkan tak mengijinkan muridnya mencontoh gambar siapa pun, dan ia sendiri juga tak mau membantu menggambarkan sesuatu di kertas murid. Cara seperti itu, menurut seniman sekaligus penulis ini, akan membuat anak berpikir bahwa gambaran guru adalah jawaban yang tepat. Anak akan berpikir tugasnya adalah mencontoh gambar guru. Itu cara sangat buruk bagi anak untuk belajar melihat dirinya sendiri.

Martin juga menyarankan kepada para orang tua, agar tidak panik jika perkembangan menggambar anak tidak seperti teman-temannya. Martin hanya melarang meniru gambra guru, tapi juga tak setuju bila anak meniru karya pelukis besar atau foto sekalipun. Sebagai gantinyanya, Martin meminta mereka untuk praktik mengamati objek sebenarnya. Apabila anak mengopi karya orang lain menurut profesor emeritus seni di Goshen College di Indiana AS ini, sebaiknya orang tua jangan mencla anaknya, tapi tidak memuji dan berusaha menahan semua hal yang mendorong anak melakukan kegiatan itu lagi.

Jangan Berikan Buku Mewarnai

Menurut Martin, dalam buku Femi Olivia, sebaiknya para orang tua atau guru juga tidak memberikan buku mewarnai. Karena hasil gambarnya merupakan sesuatu yang dirancang oleh orang lain, ketimbang ide aseli si anak. Yang terbaik menurut martin adalah anak menggambar dan mewarnai gambarnya sendiri. Dengan mengembangkan otaknya sehingga bisa mengamati, berkreasi, bereksperimen, dan meningkatkan kemampuannya sendiri.

Sudah disinggung bahwa menggambar merupakan salah satu aktivitas yang disukai anak, karena dalam menggambar ada menggores, membentuk, mewarnai, dan mengomposisikannya.

Ketrampilan tangan pada aktivitas menggambar akan mengoptimalkan life skill (kecakapan hidup) yang nantinya akan menstimulasi kreativitas yang lain untuk menjawab tantangan (permasalahan) hidupnya. Bahkan menggambar juga bisa menjadi terapi kejiwaan. Selain itu, gagasan yang akan dituangkan untuk gambar tak hanya didapat lewat observasi, tapi juga pengalaman dan imajinasi si anak sendiri.

Fokus pada Hal Baik, Bukan Kesalahan Anak

Semua proses menggambar memang harus pelan-pelan, tidak bisa didikte. Ketika anak merasa gambarnya keliru, sebaiknya juga tidak langsung menunjuk kesalahannya. Karena hal ini tidak akan membantu, dan lebih baik menekankan pada hal-hal bagus yang sudah dibuat oleh anak. Lagi pula, pada dasarnya anak cenderung fokus pada kesalahannya sendiri, sehingga akan lebih membantu bila anak belajar bahwa kesalahan yang mereka lihat dalam gambaranya berguna untuk pembelajaran dan untuk mendapatkan ide baru.

===

Hmmm….ternyata cerita saya kali ini panjang juga ya bunda. Ini pun tetap akan bersambung dengan menceritakan inspirator lainnya yang sukses mengubah dunia dari menggambar. Sampai jumpa di cerita beajar biodrawing berikutnya.

Salam bunda pembelajar,

Alimah Fauzan