Rambut Panjang Berkepang Dua, Bukan Sekadar Trend

Anak-anak perempuan di Bali, saat ke sekolah masih melestarikan kebiasaan mengepang rambutnya. Namun, apakah kebiasaan ini memang sebuah tren semata? sebagai salah satu upaya melestarikan budaya di Bali? Sekadar suka atau lebih nyaman berkepang dua? Atau memang ada kebijakan dari sekolah di Bali agar para siswinya mengepang rambutnya?

Masih dalam rangka berbagi cerita dari pengalaman saya selama di Bali. Dalam sebuah perjalanan di Bali dalam rangka family gathering, saya sempat penasaran mengapa perempuan di Bali begitu patuh memelihara rambutnya sampai panjang dan sering sekali di kepang dua. Namun, rasa penasaran saya kembali segera dijawab oleh sang pemandu wisata kami selama di Bali.

Menurut sang pemandu wisata, siswi-siswi di Bali bahkan sampai saat ini masih membiasakan diri untuk mengepang rambutnya saat ke sekolah. Bukan hanya beberapa, namun hampir semua siswi di Bali. Ini cukup unik dan menarik di tengah para milenial yang begitu asyik mencoba hal-hal baru, termasuk dari segi fashion.

Nah, anak-anak perempuan di Bali ternyata masih mempertahankan kebiasaan mengepang rambutnya. Bagi orang-orang tertentu, mempertahankan sesuatu bukanlah hal mudah bagi orang-orang tertentu. Namun soal rambut panjang berkepang dua, di Bali bukan sekadar tren, apalagi kebijakan di sekolah-sekolah. Ada makna tersendiri mengapa kebiasaan ini tetap dipertahankan.

Identitas Perempuan Bali

Karena penasaran, saya pun mulai berburu referensi tentang makna rambut dalam tradisi Bali. Tidak banyak yang saya temukan untuk mengungkap makna di balik rambut panjang berkepang dua ala perempuan Bali. Tapi setidaknya saya dapat informasi langsung dari salah satu blogger aseli Bali. Namanya Diah Paramita, dia menulis artikel singkat tentang “Tata Rambut Tradisi Bali”

Menurut Diah, jaman dahulu sampai saat ini para perempuan di Bali identik dengan rambut panjang. Rambut panjang menjadi identitas para perempuan di Bali. Apalagi yang menjadi penari atau disebut pragina.

Kalau jaman sekarang, walaupun tidak semua wanita di Bali memiliki rambut yang panjang seperti wanita Bali tempo doeloe, tetapi masih ada wanita Bali yang membiarkan rambutnya panjang. Contohnya seperti Diah dan teman-temannya di sekolah. Tapi dia sadar, mau rambut panjang atau pendek, semua itu masalah selera gaya rambut masing-masing.

Jaman dahulu mengikat rambut merupakan suatu kewajiban karena rambut panjang yang terurai berkaitan dengan mistis. Menurut beberapa mitos yang dia tahu, saat ini masih ada di masyarakat Bali tentang rambut.

Lalu apa saja mitos rambut di Bali ?

  • Jangan mengurai rambut saat membuat upakara” (upakara adalah sarana untuk upacara suci keagamaan)
  • Jangan mengurai rambut saat sembahyang dan saat memasuki area suci (Pura)
  • Jangan mengurai rambut saat sandi kala (pertemuan siang/sore menuju malam)
  • Jangan menyelipkan sisir di rambut saat sandi kala
  • Hati – hati membuat helai rambut yang rontok atau setelah dipotong, dan sebagainya
  • Mengapa tidak boleh mengurai rambut saat membuat upakara atau istilahnya majejaitan/metanding.

Bagi mereka yang tidak terbiasa, memang akan sangat merepotkan jika saat mengerjakan sesuatu sambil duduk, menunduk lama, dan dengan rambut terurai. Jadi secara logika, pilihan mengikat rambut memang bikin nyaman, apalagi sambil dikepang dua, makin terlihat manis dan imut. Saya sangat mengapresiasi dengan para anak perempuan dan perempuan dewasa di Bali yang tangguh dalam mempertahankan kebiasaan ini.

===

Nah, ternyata begitu bunda, saya sendiri tidak terbiasa memiliki rambut panjang. Bawaannya memang pengen dipotong terus, bahkan sempat terpikir untuk digundul alias tanpa rambut. Begitulah, selera orang memang berbeda-beda. Nah, cerita saya yang miskin referensi ini mungkin bisa dilengkapi dengan pengalaman bunda atau dari bunda yang aseli warga Bali, mungkin bisa ikutan berbagi cerita di sini.

Terimakasih sudah membaca cerita saya, tunggu cerita berikutnya saat saya di Bali ya, meskipun singkat, setidaknya ada yang bermakna selama di sana.

Salam hangat,

Alimah Fauzan

sumber gambar: kompasiana

Leave a Reply